Senin, 23 Agustus 2010

USAHA KERUPUK IKAN (Skala Industri)

Posted on/at 22.21 by Admin

Bahan Baku Produksi

Terdapat bermacam-macam jenis kerupuk yang pembuatannya menggunakan bahan baku yang berbeda-beda. Seperti namanya, kerupuk ikan merupakan kerupuk yang berbahan baku ikan. Berbagai jenis ikan dapat digunakan untuk pembuatan kerupuk ikan, namun tidak semua jenis ikan dapat dibuat kerupuk ikan. Adapun jenis ikan yang sering dibuat kerupuk antara lain ikan tenggiri dan ikan pipih, serta ikan-ikan lainnya. Selain ikan, usaha ini menggunakan bahan baku lain yaitu tepung tapioka, tepung terigu, tepung sagu dan telur. Bumbu juga digunakan dalam pembuatan kerupuk ikan untuk menambah rasa lezat dan gurih. Adapun bumbu-bumbu yang digunakan adalah garam, gula dan penyedap rasa. Zat pewarna sering digunakan sebagai bahan tambahan untuk memberikan warna agar lebih menarik.

Teknologi

Dalam usaha pembuatan kerupuk ikan dapat menggunakan teknologi tradisional ataupun teknologi modern. Perbedaan teknologi ini berkaitan dengan jenis peralatan yang digunakan selama proses produksi.

1. Teknologi tradisional

Peralatan yang digunakan pada teknologi ini mudah diperoleh sebab merupakan peralatan yang sering dipakai dalam rumah tangga pada umumnya. Selain alat, tenaga kerja merupakan faktor utama dalam hasil produksi kerupuk, sebab beberapa proses dari produksi ini mengandalkan tenaga manusia. Penggunaan peralatan sederhana ini sangat mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan dan mutu. Dengan hanya menggunakan teknologi tradisional ini terkadang hanya dapat menghasilkan 1 (satu) kali adonan. Kapasitas produksi dengan alat sederhana ini sangat kecil dengan mutu yang kurang baik.

2. Teknologi modern

Pembuatan kerupuk dengan teknologi modern adalah proses dengan menggunakan peralatan yang lebih modern seperti mesin cetak otomatis yang menghasilkan bentuk yang lebih variatif, mesin pemotong yang lebih cepat dan penggunaan oven. Penggunaan teknologi ini dapat menghasilkan jumlah produksi yang berlipat-lipat jika dibandingkan dengan teknologi sederhana. Dalam satu hari dapat dilakukan 3-4 kali adonan kerupuk. Selain itu dengan teknologi ini akan menghemat jumlah tenaga kerja yang digunakan yang akan menurunkan biaya operasional.

3. Teknologi menengah

Pada pembuatan kerupuk dengan teknologi menengah ini menggunakan peralatan yang terdiri dari mesin-mesin dengan kapasitas yang relatif masih rendah.


Proses Produksi


Usaha pembuatan kerupuk ikan hanya melakukan pengolahan dari bahan mentah sampai pada proses kerupuk siap goreng. Adapun proses pembuatan kerupuk ikan adalah sebagai berikut:

1. Proses penyiapan bahan baku

Proses penyiapan bahan baku adalah persiapan daging ikan yang akan digunakan, tepung serta bumbu-bumbu yang digunakan beserta perhitungan komposisi masing-masing bahan untuk setiap adonan. Dalam mempersiapkan bahan baku pembuatan kerupuk ikan yang perlu mendapat perhatian utama adalah penyiapan ikan yang akan dijadikan bahan utama. Mutu ikan yang digunakan akan mempengaruhi mutu produksi kerupuk ikan, oleh karena itu perlu dipilih ikan yang masih segar. Dengan demikian diperlukan pengetahuan untuk mengetahui tanda-tanda ikan dengan mutu yang baik (masih segar).

Sebelum dihaluskan, ikan dibersihkan dahulu dengan cara menghilangkan sisik, insang, maupun isi perutnya kemudian dicuci sampai bersih. Bagian tubuh yang keras, seperti duri maupun tulang dibuang karena dapat menurunkan mutu kerupuk yang dihasilkan. Selanjutnya ikan tersebut digiling sampai halus. Di samping itu bahan baku berupa tepung dan telur serta bumbu disiapkan untuk proses adonan.

2. Proses pembentukan adonan

Adonan dibuat dari tepung tapioka yang dicampur dengan bumbu-bumbu yang digunakan. Tepung diberi air dingin hingga menjadi adonan yang kental. Bumbu dan ikan yang telah digiling halus dimasukkan ke dalam adonan dan diaduk/diremas hingga lumat dan rata. Adonan ini kemudian dimasukkan ke dalam mulen untuk pelembutan, dan akan diperoleh adonan yang kenyal dengan campuran bahan merata.

3. Pencetakan

Pencetakan adonan dapat dilakukan dengan tangan ataupun dengan mesin. Dengan menggunakan tangan adonan dibentuk silinder dengan panjang kurang lebih 30 cm dan diameter 5 cm. Dengan bantuan alat cetak adonan ini dapat dibuat dalam bentuk serupa. Kemudian adonan berbentuk silinder ini di “press” untuk mendapatkan adonan yang lebih padat. Selanjutnya adonan ini dimasukkan ke dalam cetakan yang berbentuk silinder yang terbuat dari aluminium.

4. Pengukusan

Adonan berbentuk silinder kemudian dikukus dalam dandang selama kurang lebih 2 jam sampai masak. Untuk mengetahui apakah adonan kerupuk telah masak atau belum adalah dengan cara menusukkan lidi ke dalamnya. Bila adonan tidak melekat pada lidi berarti adonan telah masak. Cara lain untuk menentukan masak atau tidaknya adonan kerupuk dapat dilakukan dengan menekan adonan tersebut. Bila permukaan silinder kembali seperti semula, artinya adonan telah masak.

5. Pendinginan

Adonan kerupuk yang telah masak segera diangkat dan didinginkan. Untuk melepaskan dari cetakan, biasanya adonan tersebut diguyur dengan air. Adonan tersebut kemudian didinginkan di udara terbuka kurang lebih 1 (satu) hari atau kurang lebih 24 jam hingga adonan menjadi keras dan mudah diiris.

6. Pemotongan

Tahap selanjutnya adalah pemotongan adonan kerupuk yang telah dingin. Sebuah mesin pemotong dijalankan oleh 2 (dua) orang. Proses ini juga dapat dilakukan secara sederhana yaitu mengiris adonan dengan pisau yang tajam. Pengirisan dilakukan setipis mungkin dengan tebal kira-kira 2 mm, agar hasilnya baik ketika digoreng. Untuk memudahkan pengirisan, pisau dilumuri dahulu dengan minyak goreng.

7. Penjemuran/pengovenan

Adonan yang telah diiris-iris kemudian dijemur sampai kering. Penjemuran dilakukan di bawah sinar matahari kurang lebih 4 jam. Pada saat musim hujan untuk pengeringan kerupuk yang masih basah ini dapat dilakukan dengan oven (dryer) selama kurang lebih 2 jam. Tetapi kerupuk yang dikeringkan dengan sinar matahari hasilnya akan lebih bagus dibandingkan jika menggunakan oven. Kerupuk yang dikeringkan dengan sinar matahari jika digoreng akan lebih mengembang. Hal ini akan lebih menguntungkan para pengusaha penggorengan kerupuk dan akan mempengaruhi harga kerupuk. Karena itulah pengeringan menggunakan sinar matahari lebih disukai dibandingkan dengan menggunakan oven.

8. Pengepakan

Setelah kering, kerupuk segera diangkat dari jemuran. Kerupuk yang telah kering ini dapat segera dibungkus dan dijual. Biasanya kerupuk ikan siap goreng ini dikemas dalam plastik sejumlah berat tertentu. Kemasan kerupuk dalam plastik tersebut disebut bal, dimana per bal dapat berisi 5 kg atau 10 kg kerupuk.

Jika digambarkan dalam bentuk diagram alir, pembuatan kerupuk ikan adalah sebagai berikut:



Source : http://www.bi.go.id/sipuk/id/

Kamis, 19 Agustus 2010

USAHA INDUSTRI ROTI

Posted on/at 23.39 by Admin

SARANA DAN FASILITAS USAHA

Pada Model 1 dan Model 2, sarana dan fasilitas produksi yang diperlukan adalah :
· Tanah, minimal 150 M2 Untuk Model 1 dan 200 M2 untuk Model 2
· Bangunan, masing-masing seluas 100 dan 150 M2
· Mesin Pengaduk Adonan = 1 unit
· Mesin Pembagi Adonan = 1 unit
· Oven Pembakaran = 1 unit
· Moulder = 1 unit
· Alat/Pisau Pemotong = 1 unit
· Peralatan lain = 1 set

Untuk unit pemasaran atau penjualan diperlukan oleh
· Model 1 : - Mobil Box = 1 unit
· Model 2 : - Mobil Box
- Kereta/Rombong Dorong = 1 unit

Selanjutnya dapat disebutkan dengan fasilitas produksi tersebut, setiap hari secara normal mampu mengolah sekitar 3 bal tepung terigu menjadikan roti dalam frekuensi 10 kali pembakaran dengan jumlah mencapai 2.000 unit roti berbagai jenis.

Mesin-mesin produksi buatan luar negeri yang dapat di pesan dari distributor di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan seterusnya. Sementara itu oven buatan dalam negeri dapat dipesan kepada bengkel las atau industri permesinan di kota-kota besar di Indonesia. Juga untuk sarana penjualan dapat di pesan secara lokal.

BAHAN BAKU

Di dalam Proyek Kemitraan Terpadu ini akan dibahas sebuah contoh Model 1 yakni perusahaan industri roti dengan skala usaha kecil yang memiliki unit produksi, serta 1 unit mobil tox untuk penghantaran produk roti. Kemudian model ini dikembangkan dengan menambah unit penjualan berupa rombong dorong, model ini disebut Model 2.

Selanjutnya pada usaha pendistribusian produk roti di kembangkan 4 contoh model masing-masing menggunakan rombong sepeda/becak ( Model 3 ), rombong seperda motor (Model 4), mobil-toko ( Model 5 ) dan Gerai Roti (Model 6) pendistribusian tersebut di kelola oleh Agen yang diikat dalam suatu bentuk kemitraan usaha.

Secara ringkas, spesifikasi kegiatan masing-masing model adalah sebagai berikut :
Model 1 : - Industri kecil roti; 1 unit rangkaian produksi
Model 2 : - Industri kecil roti; 1 unit rangkaian produksi; unit penjualan dengan 1 unit box, dengan 10 unit rombong/gerobak dorong.

Produk utama perusahaan berupa roti berbagai macam bentuk dan jenis.
Produk standar dengan target pasar untuk semua golongan ekonomi. Kegiatan produksi memerlukan keahlian tersendiri dan dapat dilaksanakan oleh siapapun, melalui pelatihan dan pembinaan yang cukup.

Bahan baku utama adalah tepung terigu, gula pasir dan telor di beli oleh perusahaan di pasar umum, distributor/agen atau asosiasi yang berada di sekitar lokasi pabrik atau dari koperasi yang mewadahi para produsen roti. Dalam kondisi normal, tidak ada masalah dalam pengadaan bahan bakuini, sehingga kontiunitas pengadaan bahan baku selalu terjamin. Pembelian bahan baku sebagian besar di lakukan dengan cara tunai. Harga bahan baku dari pengalaman sebelumnya selalu berfluktuasi. Untuk kepentingan analia, di asumsikan kenaikan bahan baku rata-rata 10% per tahun. Sebagian tolak ukur dipakai harga dasar tahun 1999 sebagai berikut : Tepung terigu Rp. 62.500/bal (25kg); gula pasir Rp.2.500/kg; dan Telur Ayam Rp.400 butir. Mengingat kenaikan harga masing-masing bahan setiap tahun bervariasi maka untuk memudahkan analisa keuangan di asumsikan kenaikan harga bahan baku secara merata sebesar 10%/tahun.

TENAGA KERJA

Tenaga Kerja dalam industri ini memerlukan keterampilan khusus. Dengan pengarahan dan pelatihan dari pemilik, mereka di harapkan mampu melaksanankan tugasnya masing-masing. Oleh karena itu jika diperlukan tambahan tenaga kerja tidak akan mengalami kesulitan

Untuk setiap model memerlukan tenaga kerja sebagai berikut :

Model 1: - 5 orang di bidang produksi & pembungkusan 1 orang pengemudi dan 1 orang salesman/wiraniaga.
Model 2: - 5 orang di bidang produksi & pembungkusan 1 orang pengemudi dan 1 orang salesman; 10 orang untuk wiraniaga/pedagang keliling.

Sistem imbalan dalam pemanfaatan tenaga kerja tersebut berdasarkan Upah Harian Tetap untuk tenaga produksi. Berarti setiap karyawan yang tidak bekerja upahnya akan di potong sejumlah hari tidak bekerja.

Untuk pengemudi di berikan Upah Bulanan Tetap, tenaga salesman selain di beri upah harian tetap juga persentase tertentu dari jumlah produk terjual. Selanjutnya untuk tenaga wiraniaga/pedagang keliling yang memlilki rombong atau mobil-toko mendapatkan imbalan dari margin penjualan roti sekitar 24%.Sementara untuk agen yang memiliki gerai roti marjin yang diperoleh yaitu 21%.

Kemudian baik untuk tenaga produksi, pengemudi dan salesman juga diberi makan 2 kali/hari. Pembayaran upah dilakukan setiap bulan.

Mengingat bakery (roti) yang di jual hanya mempumyai expire date maksimum 5 (lima) hari, maka untuk menghindari BS (Barang Sisa) yang cukup tinggi, pihak agen/koperasi dan produsen mengatur estimasi produksi serta berdasarkan rencana pemasaran dari wiraniaga sebagai berikut :

1.Masing-masing wiraniaga wajib membuat daftar permintaan roti dua hari sebelum produksi sesuai estimasi dari pesanan konsumen atau pelanggan serta rata-rata penjualan atau pembawaan perhari
2.Pesanan tersebut oleh masing-masing wiraniaga di serahkan kepada Kepala Wilayah yang menangani.
3.Kepala Wilayah mengevaluasi permintaan wiraniaga sesuai dengan penilaian kemampuan dari masing-masing wiraniaga.
4.Kepala Wilayah membuat rekapitulasi permintaan (dari seluruh wiraniaga yang dibawahnya). Rekapitulasi tersebut oleh Kepala Wilayah di serahkan kepada Unit Kemitraan Koperasi.
5.Unit Kemitraan Koperasi membuat rekapitulasi seluruh permintaan Kepala Wilayah di Jawa Timur. Hasil rekapitulasi tersebut merupakan jumlah pesanan yang wajib di penuhi oleh produsen dua hari kemudian. Ketentuan tersebut berlaku untuk segala jenis rombong sedangkan untuk gerai roti (counter), pemesanan dilaksanakan secara langsung oleh counter ke Unit Kemitraan Koperasi

Catatan :
*Perubahan pesanan dari wiraniaga kepada Kepala Wilayah dan Kepala Wilayah kepada Unit Kemitraan Koperasi serta selanjutnya kepada pihak Produsen hanya dapat di revisi satu hari sebelum produksi
*Wiraniaga juga diberikan kebebasan untuk menangani pesanan-pesanan besar dari konsumen 1 pelanggan (misal : untuk khitanan, perkawinan, ulang tahun dll), dimana hasil komisi menjadi hak wiraniaga yang bersangkutan.

PROSES PRODUKSI

Secara umum pembuatan roti yang dilakukan terdiri dari peracikan bahan, pembuatan adonan, pencetakan dan pemasakan dengan oven.

Proses peracikan bahan, dilakukan dengan komposisi bahan yang tepat sesuai jenis roti yang dihasilkan. Kesalahan dalam penentuan jumlah masing-masing bahan akan berakibat gagalnya produk yang dihasilkan. Adapun pembuatan adonan, dilakukan sedemikian rupa dengan alat mixer atau secara manual. Apabila cara pengolahan yang tidak tepat, waktu juga kurang atau berlebih maka hasil produknya juga kurang baik.

Semua proses produksi dilaksanakan oleh karyawan dengan pengawasan langsung oleh pemilik perusahaan. Selanjutnya proses produksi pembuatan roti secara umum dapat dilihat pada Gambar



Sumber : http://www.bi.go.id/sipuk

Rabu, 18 Agustus 2010

PENGOLAHAN NATA DE COCO (Untuk Industri)

Posted on/at 03.16 by Admin

Proses pembuatan nata de coco terdiri dari enam tahap, yaitu: penyaringan; pemasakan dan pencampuran bahan pembantu; penempatan dalam nampan dan pendinginan; inokulasi (penanaman/penebaran) bibit (starter); pemeraman (fermentasi); panen dan pasca panen (pengolahan lanjut sampai setengah jadi atau siap konsumsi).

Pertama Penyaringan. Air kelapa bisa dibasikan selama kurang lebih 4 hari. Kemudian, air kelapa tersebut disaring dengan menggunakan penyaring lembut untuk memisahkan air kelapa dengan material-material atau kotoran-kotoran seperti: sabut, pecahan batok kelapa, cikal/buah kelapa dan lain-lain. Kandungan air kelapa yang masih segar berkisar antara 400-500 ml per butir. Buah kelapa yang berumur 4-5 bulan memiliki volume air yang maksimum. Namun demikian, kualitas air kelapa yang paling baik adalah ketika buah kelapa berumur kurang lebih 5 bulan dengan kandungan total padatan maksimal 6 gram per 100 ml. Kandungan gula terlarut biasa diukur dengan menggunakan hand refractometer (Sutardi 2004)

Kedua, Pemasakan dan Pencampuran Bahan Pembantu. Air kelapa yang sudah di saring selanjutnya dimasukkan ke dalam panci/dandang stainlessteel untuk dimasak sampai mendidih selama kurang lebih 30 menit. Selama mendidih bahan-bahan pembantu seperti: gula pasir; pupuk ZA; garam inggris, asam sitrat (zitrun zuur) ditambahkan. Sebelum pendidihan diakhiri, ditambahkan asam asetat glasial/cuka hingga mencapai pH kurang lebih 3,2 (Sutarminingsih, 2004). Tidak terdapat relevansi antara citarasa dengan pH.

Ketiga, Penempatan dalam baki/nampan plastik. Semua peralatan harus bersih dan steril. Nampan plastik yang digunakan harus terlebih dahulu dibersihkan dan disterilkan. Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara dicelup dalam air mendidih, dijemur, dibasahi dengan alkohol 70% atau spiritus. Media fermentasi (air kelapa dan bahan tambahan yang dididihkan) dituangkan dalam nampan dan selanjutnya segera ditutup rapat dengan koran dan diikat karet/elastik. Volume media fermentasi sebanyak 1,2 sampai 1,3 liter untuk setiap nampan tergantung ukurannya. Kemudian, media fermentasi tersebut dibiarkan sampai hangat-hangat kuku selama satu malam.

Keempat, Inokulasi Bibit (starter). Setiap nampan yang berisi fermentasi yang telah didinginkan selama satu malam tersebut ditambahkan bibit (starter) sebanyak dengan perbandingan 10% bibit (kurang lebih 13 ml) (Sutardi 2004). Inokulasi bibit dengan cara membuka sedikit tutup kain/koran dan segera ditutup kembali.

Kelima, Fermentasi. Media fermentasi yang sudah ditambahkan bibit selanjutnya diperam selama 6-7 hari. Kebersihan tempat pemeraman dengan suhu kamar (28o-31o) sangat mutlak diperlukan untuk menghindari kontaminasi dengan mikroba lain atau serangga yang dapat menggagalkan proses fermentasi (Sutardi, 2004). Keberhasilan proses fermentasi ini dapat dilihat dari ada tidaknya lapisan tipis pada permukaan media fermentasi setelah dua hari dan akan semakin bertambah tebal dari hari ke hari.

Ketujuh, Panen dan Pasca Penen. Setelah pemeraman selama 6-7 hari, lapisan nata de coco akan memiliki ketebalan 0,8-1,5 cm berbentuk lembaran-lembaran (slab) yang asam dalam bau, cita rasa dan pH-nya. Lembaran-lembaran ini kemudian diangkat dan lendirnya dibuang melalui pencucian.

Lembaran-lembaran ini siap untuk di jual atau mungkin harus di potong kecil-kecil berbentuk kubus, tergantung dari permintaan. Baik dalam bentuk lembaran ataupun potongan kubus harus direndam dalam air bersih selama 2-3 hari. Air rendaman setiap hari harus diganti agar bau dan rasa asam hilang. Kemudian, nata de coco dicuci kembali dan direbus untuk mengawetkan dan sekaligus menyempurnakan proses penghilangan bau dan rasa asam. Pencucian dan perebusan ini pada hakekatnya dilakukan hingga nata de coco menjadi tawar. Penyimpanan nata de coco tawar cukup dilakukan dengan merendamnya dalam air tawar yang harus sering diganti.

Sumber : http://www.bi.go.id/sipuk/id/

Minggu, 15 Agustus 2010

PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA

Posted on/at 21.36 by Admin

PROSES PRODUKSI

1. Pengupasan

Pengupasan dilakukan dengan cara manual yang bertujuan untuk memisahkan daging singkong dari kulitnya. Selama pengupasan, sortasi juga dilakukan untuk memilih singkong berkualitas tinggi dari singkong lainnya. Singkong yang kualitasnya rendah tidak diproses menjadi tapioka dan dijadikan pakan ternak.

2. Pencucian

Pencucian dilakukan dengan cara manual yaitu dengan meremas-remas singkong di dalam bak yang berisi air, yang bertujuan memisahkan kotoran pada singkong.

3. Pemarutan

Parut yang digunakan ada 2 macam yaitu :
1. Parut manual, dilakukan secara tradisional dengan memanfaatkan tenaga manusia sepenuhnya.
2. Parut semi mekanis, digerakkan dengan generator

4. Pemerasan/Ekstraksi

Pemerasan dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1. Pemerasan bubur singkong yang dilakukan dengan cara manual menggunakan kain saring, kemudian diremas dengan menambahkan air di mana cairan yang diperoleh adalah pati yang ditampung di dalam ember.
2. Pemerasan bubur singkong dengan saringan goyang (sintrik). Bubur singkong diletakkan di atas saringan yang digerakkan dengan mesin. Pada saat saringan tersebut bergoyang, kemudian ditambahkan air melalui pipa berlubang. Pati yang dihasilkan ditampung dalam bak pengendapan.

5. Pengendapan
Pati hasil ekstraksi diendapkan dalam bak pengendapan selama 4 jam. Air di bagian atas endapan dialirkan dan dibuang, sedangkan endapan diambil dan dikeringkan.
Pengeringan Sistem pengeringan menggunakan sinar matahari dilakukan dengan cara menjemur tapioka dalam nampan atau widig atau tambir yang diletakkan di atas rak-rak bambu selama 1-2 hari (tergantung dari cuaca). Tepung tapioka yang dihasilkan sebaiknya mengandung kadar air 15-19%.

Sumber : http://www.bi.go.id/sipuk/id/

Kamis, 12 Agustus 2010

GULA RAFINASI DAN PROSES PEMBUATANNYA

Posted on/at 00.54 by Admin

Gula selain dikonsumsi langsung juga digunakan sebagai bahan baku untuk industri makanan. Pada saat ini kebanyakan pabrik gula di Indonesia hanya mampu menghasilkan gula kualitas GKP (gula kristal putih) yang dikonsumsi langsung. Gula SHS ini masih belum memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku industri makanan. Untuk itu industri makanan membutuhkan kualitas gula yang lebih baik yang diperoleh dari gula rafinasi. Kata rafinasi diambil dari kata refinery artinya menyuling, menyaring, membersihkan. Jadi bisa dikatakan bahwa gula rafinasi adalah gula yang mempunyai kualitas kemurnian yang tinggi.

Proses Pembuatan Gula Rafinasi

Proses rafinasi yang digunakan dalam pabrik gula rafinasi bervariasi tergantung pada bahan yang diolah produk yang dikehendaki dan pertimbangan lain sesuai kondisi lokal. Namun demikian secara garis besar dapat diuraikan menjadi stasiun sebagai berikut :



A. Afinasi

Tujuan afinasi adalah mencuci kristal GKM (raw sugar) agar lapisan molases yang melapisi kristal berkurang sehingga warnanya semakin ringan atau warna ICUMSA lebih kecil. Pencucian dilakukan dalam mesin sentrifugal yaitu setelah GKM dicampur dengan sirup menjadi magma. Penurunan warna yang dicapai pada stasiun ini berkisar 30-50 %. Kristal yang telah dicuci dilebur dengan mencampur dengan air atau sweet water menghasilkan leburan (liquor) dengan brix sekitar 65.

B. Klarifikasi

Pengoperasian unit ini bertujuan untuk membuang semaksimal mungkin pengotor non sugar yang ada dalam leburan (melt liquor). Ada dua pilihan teknologi yaitu fosflotasi dan karbonatasi, keduanya banyak dipakai, fosflotasi pada umumnya digunakan di pabrik rafinasi di negara Amerika Latin dan beberapa di Asia sedangkan selebihnya menggunakan teknologi karbonatasi, termasuk pabrik rafinasi di Indonesia.
Teknologi Fosflotasi

Pada proses ini digunakan asam fosfat dan kalsium hidroksida yang akan membentuk gumpalan (primer) kalsium fosfat, reaksi ini berlangsung di reaktor. Penambahan flokulan (anion) sebelum tangki aerator dilakukan untuk membantu pembentukan gumpalan sekunder yang terbentuk dari gumpalan-gumpalan primer yang terikat oleh rantai molekul flokulan. Pembentukan gumpalan sekunder dapat menjerap berbagai pengotor : zat warna, zat anorganik, partikel yang melayang dan lain-lain. Untuk memisahkan gumpalan tersebut oleh karena dalam media liquor yang kental (brix: 65-70) maka gumpalan tidak diendapkan melainkan diambangkan. Proses pengambangan berlangsung dengan bantuan partikel udara yang dibangkitkan dalam aerator, proses pengambangan terjadi pada clarifier. Pada clarifier ini juga pemisahan gumpalan yang mengambang (scum) terjadi, yaitu dengan sekrap yang berputar pada permukaan clarifier dan menyingkirkan scum ke kanal yang dipasang pada sekeliling clarifier.
Teknologi Karbonatasi

Pada proses karbonatasi leburan dibubuhi kapur {Ca(OH)2} kemudian dialiri gas CO2 dalam bejana karbonatasi , terbentuk endapan kalsium karbonat yang akan menyerap pengotor termasuk zat warna.

Sumber gas CO2 berasal dari gas cerobong ketel yang sudah dimurnikan melalui scrubber. Proses karbonatasi dilakukan dua tahap, pertama dilakukan pembubuhan kapur sebanyak 0,5% brix bersamaan dengan pengaliran CO2 ekivalen dengan jumlah kapur yang ditambahkan. Kedua pada karbonator akhir menyempurnakan reaksi dengan aliran CO2 sampai pH turun di sekitar 8,3. Selanjutnya liquor ditapis pada penapis bertekanan (leaf filter) menghasilkan filter liquor dan mud.

C. Dekolorisasi

Liquor yang dihasilkan dari stasiun klarifikasi setelah ditapis dipompa ke stasiun dekolorisasi. Pada stasiun dekolorisasi pada prinsipnya ada dua teknologi yang lazim digunakan yaitu karbon aktif dan penukar ion, masing-masing dengan keunggulan dan kelemahannya. Kedua teknologi tersebut dapat menurunkan warna sekitar 75-85 %, pemilihan teknologi harus disesuaikan dengan kondisi lokal.

Macam zat warna

Terdapat beberapa macam zat warna yang terbawa atau terbentuk dalam proses refinery, yaitu :

1. Senyawaan Phenolic.

Senyawaan ini terdapat dalam tebu yang terbentuk dari hasil reaksi enzimatik flavonoid dan asam cinamic.

2. Melanoidins.

Warna senyawa ini umumnya hitam, terbentuk dari reaksi antara gula reduksi dengan asam amino (Reaksi Maillard), terbentuk dalam proses.

3. Karamel.

Terbentuk dalam proses bila sukrosa mengalami pemanasan berlebihan sehingga terbentuk senyawaan yang berwarna. Warna yang dihasilkan bisa kuning, coklat atau hitam tergantung dari tingkatan reaksi selama pemanasan.

4. Produk degradasi gula invert.

Meskipun kandungan glukosa dan fruktosa dalam proses refinery sangat kecil, namun senyawa ini mudah rusak oleh pemanasan terutama pada pH tinggi akan membentuk senyawaan polimer berwarna coklat yaitu 5-(hydroksimetil)-2-furaldehid.

Untuk menghilangkan zat warna dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

1. Dengan granul karbon aktif.

Kandungan karbon aktif sekitar 60 % dan dicampur dengan 5% MgO untuk mencegah turunnya pH. Karbon aktif ini dapat digunakan selama 3-6 minggu tergantung dari kualitas dan jumlah bahan yang masuk. Kemampuan karbon aktif dalam mereduksi zat warna sangat tinggi, namun bahan ini tidak mampu menghilangkan zat anorganik yang terlarut.

2. Bone Char.

Bahan ini terdiri dari campuran 90 % kalsium fosfat dan 10 % karbon yang dibuat dari tulang-tulang binatang ternak dipanaskan pada suhu 700 oC. Bone char dapat digunakan selama 4-5 hari kemudian di regenerasi kembali. Meskipun kemampuan mereduksi zat warna tidak sebaik karbon aktif namun mampu mereduksi kotoran zat anorganik.

3. Resin penukar ion (Ion- Exchange Resin)

Bahan ini mudah diregenerasi dan dalam penggunaannya mempunyai kapasitas lebih besar dibandingakan dengan karbon aktif maupun bone char, Selain itu penggunaan air juga lebih efisien. Ada dua jenis resin yang digunakan dalam refinery yaitu :Resin anion yang berfungsi mereduksi warna dan resin kation untuk menghilangkan senyawaan anorganik. Penggunaan resin senyawa akrilic lebih tahan dari resin stiren, namun resin akrilik kurang effektif dibanding resin stiren. Oleh sebab itu dalam proses dekolorisasi dianjurkan untuk menggunakan gabungan dua jenis resin ini secara seri, pertama sirup dilewatkan resin akrilik terlebih dahulu kemudian baru dilewatkan resin stiren.

Pada umumnya stasiun dekolorisasi menghasilkan liquor dengan warna di bawah 300 IU sehingga dengan bahan tersebut dapat diproduksi gula rafinasi lebih rendah dari 45 IU.

D. Kristalisasi

Produksi gula rafinasi

Bahan utama kristalisasi adalah liquor yang sudah melewati tahap dekolorisasi. Liquor tersebut kemurniannya tinggi sehingga teknik kristalisasi berbeda dengan kristalisasi pada PG.

Kristalisasi (evapocrystalisation) dilakukan di bejana vakum (65 cm Hg) dengan penguapan liquor pada suhu sekitar 70-80 0C sampai mencapai supersaturasi tertentu. Pada kondisi tersebut dimasukkan bibit kristal secara hati-hati sehingga inti kristal akan tumbuh mencapai ukuran yang dikehendaki tanpa menumbuhkan kristal baru. Campuran kristal sukrosa dengan liquor disebut masakan. Pemisahan kristal dilakukan dengan cara memutar masakan dalam mesin sentrifugal menghasilkan kristal (gula A) dan sirop A. Selanjutnya sirop A dimasak seperti yang dilakukan sebelumnya menghasilkan gula B dan sirop B. Demikian seterusnya sehingga secara berjenjang menghasilkan gula A, B dan C yang masuk dalam katagori gula rafinasi.

E. Pengeringan gula produk

Untuk gula produk dibuat dua jalur dengan tujuan agar dapat diproduksi dua macam produk misal GKR dan GKP pada waktu yang bersamaan. Pembuatan dua jalur dimulai dari stasiun sentrifugal, pengering gula penimbangan dan pengemasan.

F. Pengemasan gula produk

Produk dikemas dalam kantong polipropilen dengan liner, dengan berat gula 50 kg setiap kantong. Gula ditampung dalam sugar bin kapasitas 150 ton.

Tabel Persyaratan SNI Gula Rafinasi :



Sumber : http://www.risvank.com/2008/07/gula-rafinasi-dan-proses-pembuatannya/

Selasa, 10 Agustus 2010

Teknologi Gula Cetak dan Gula Semut Dari Nila Kelapa

Posted on/at 21.06 by Admin



Proses pengolahan gula merah cetak dan gula semut

Penampungan:

Nira yang ditampung adalah nira yang belum rusak atau belum mengalami fermentasi. Kondisi yang terbaik dalam pembuatan gula merah adalah nira yang mengandung kadar gula di atas 12% dan pH 6-7. Untuk menghindari kerusakan nira saat penampungan dapat diberi bahan pengawet kapur sirih. Disamping menjaga wadah penampungan agar tetap bersih.

Penyaringan:

Menggunakan kain blacu agar kotoran seperti ranting/ daun, semut, lebah, dan serangga lainnya tersaring.

Pemasakan:

Nira dituang ke dalam wajan kemudian dimasak (suhu 110- 120oC) dan terus menerus dan agar nira tidak meluap. Dapat pula ditambahkan minyak kelapa (1 sendok makan/25 l) atau menggunakan kopra yang dijepit pada kayu lalu dicelup sekali-kali ke dalam nira yang sedang dimasak. Nira yang telah masak bila ditetaskan ke dalam air akan Gula merah cetak

Pencetakan:

Nira yang telah masak diaduk terus agar cepat dingin. Ada juga yang melakukan penumbukan, yakni menuangkan ke wadah tertentu lalu ditumbuk dengan menggunakan sepotong kayu berlangsung kurang lebih 15 menit. Selanjutnya nira dituangkan ke dalam cetakan, telah dibasahi dengan air bersih agar mudah dilepaskan. Bentuk cetakan
bermacam-macam, ada yang berbentuk gelang, kerucut, kubus, setengah lingkaran, dan sebagainya.

Pengemasan:

Gula merah yang dingin dikeluarkan dari cetakan lalu dikemas. Macam-macam bahan kemasan yang dapat digunakan yaitu daun jari, daun pisang kering, batang pisang kering, daun lontar, bambu, plastik, dan lainlain.


Gula semut

Pengkristalan:

Nira yang telah masak didinginkan dalam wajan sambil diaduk secara perlahan-lahan, lama pendinginan 10-15 menit. Bila mulai terbentuk butiran-butiran, pengadukan
dipercepat dengan menggunakan pengaduk kayu yang berbentuk garpu.

Pengayakan:

Untuk memperoeh keseragaman, maka butiran-butiran yang telah diayak menggunakan
ayakan 20 mess. Sisa ayakan diaduk/ digerus lagi dalam wajan yang masih panas.

Pengemasan:

Gula semut yang telah dingin untuk dikemas. Macammacam bahan kemasan yang dapat digunakan antara lain kantong plastik, botol plastik, dan stoples.

Sumber: BPTP Sulawesi Utara

Minggu, 08 Agustus 2010

MEMBUAT KERUPUK UDANG ATAU IKAN

Posted on/at 20.49 by Admin


Sumber gambar : http://www.sejutablog.com/

KERUPUK UDANG ATAU IKAN

1. PENDAHULUAN

Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan mati menyebabkan pembusukan.

Mutu olahan ikan sangat tergantung pada mutu bahan mentahnya.
Tanda ikan yang sudah busuk:
- mata suram dan tenggelam;
- sisik suram dan mudah lepas;
- warna kulit suram dengan lendir tebal;
- insang berwarna kelabu dengan lendir tebal;
- dinding perut lembek;
- warna keseluruhan suram dan berbau busuk.

Tanda ikan yang masih segar:
- daging kenyal;
- mata jernih menonjol;
- sisik kuat dan mengkilat;
- sirip kuat;
- warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang;
- insang berwarna merah;
- dinding perut kuat;
- bau ikan segar.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan pendinginan ikan.

Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan
KOMPONEN KADAR (%)
Kandungan air 76,00
Protein 17,00
Lemak 4,50
Mineral dan vitamin 2,52-4,50

Dari data di atas, dapat dilihat bahwa ikan mempunyai nilai protein tinggi, dan kandungan lemaknya rendah sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan
bagi tubuh manusia.

Manfaat makan ikan sudah banyak diketahui orang, seperti di negara Jepang dan Taiwanikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari negara lainnya. Penggolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang mengkonsumsi ikan lebih banyak.

Kerupuk udang atau ikan adalah produk makanan kering yang berasal dari udang atau ikan yang dicampur dengan tepung tapioka atau tepung terigu. Limbah Kulit dan kepala udang dapat digunakan untuk bahan pembuat petis dan terasi.

2. BAHAN

1) Udang segar ¾ kg
2) Tepung terigu 3 kg
3) Tepung tapioka ¾ kg
4) Bawang putih 60 gram (12 siung)
5) Garam dapur 3 sendok makan
6) Bleng 3 sendok makan
3. ALAT
1) Baskom
2) Dandang
3) Alat penghancur bumbu (cobek)
4) Pisau
5) Tampah (Nyiru)
6) Kompor
7) Laoyang
8) Sendok Kayu
9) Sendok Makan

3. CARA PEMBUATAN

1) Kupas udang, kemudian buang kepala dan kulitnya. Selanjutnya cuci dengan air bersih;
2) Tumbuk udang sampai halus;
3) Haluskan bawang putih dan garam, kemudian campurkan dengan udang yang telah dihaluskan. Aduk-aduk dan remas-remas sampai adonan bercampur menjadi satu;
4) Larutkan bleng dengan air panas, kemudian campurkan dengan adonan tadi;
5) Setelah tercampur rata, tambahkan tepung terigu, tepung tapioka, dan air. Aduk-aduk adonan sampai kental;
6) Tuangkan adonan ke dalam loyang, kemudian kukus sampai matang lalu dinginkan;
7) Iris-iris adonan dengan tebal ± 0,1 ~ 0,2 mm, kemudian jemur sampai kering;

Take from :
http://www.ristek.go.id
Editor : Esti, Agus Sediadi